Rutinitas keseharian yang penat dan sangat
menjenuhkan. Sebuah kabar gembira yang
kecil, selalu menjadi selingan yang menyenangkan bagi musafir setelah
melalui perjalanan jauh yang melelahkan
antara ikhtiar dan tawakkal untuk menjalani tujuan hidup.
Bel sekolah pun berbunyi semua siswa
bergegas masuk kelas., diantara ribuan dari mereka salah satunya “Meta”. Meta adalah seorang gadis dari keluarga
sederhana yang ingin mengejar mimpinya dengan proses belajar di SMPN Brawijaya,
yang tepatnya dia duduk di bangku akhir. Begitu juga dengan Rani, seorang gadis
dari keluraga kaya raya yang ingin mengejar mimpinya dengan proses belajar di
SMPN Brawijaya yang tepatnya juga duduk di bangku akhir. Senja itu perlahan
datang, Rani seorang gadis yang berwajah cantik dengan kebutuhan ekonomi yang
dibilang cukup/berkecukupan. Tapi sayang dia memiliki sifat malas, dia
beranggapan bahwa semua bisa dibeli dengan uang termasuk sebuah NILAI.
Kerjaannya setiap hari hanya chatting dan foya-foya. Tak pernah terbesit dalam
ingatannya untuk belajar. Padahal UN telah tinggal satu minggu saja. Ia masih
dengan sifat yang seperti itu.
“Pa.... minta uang dong!” pinta Rani.
“Perasaan kemarin udah dikasih. Butuh berapa kamu?” tanya papanya
“Lima juta pa..” jawabnya dengan ringan.
“Lima juta...? untuk apa uang sebanyak itu?” kata papa Rani ( kaget )
“Iyaa paa, Rani habis ngilangin HP temen Rani. Jadi Rani harus ganti.” Jawab Rani berbohong.
“Lain kali jangan seperti itu lagi.”
Papanya kemudian berjalan menuju brangkas tempat biasa papanya mengambil uang. Diraihnyalah uang lima juta itu dan langsung diberikan Rani. Papanya tidak tahu bahwa uang itu akan digunakan untuk membeli kunci jawaban UN mendatang.
Saat dikamar ia tertawa terbahak-bahak ( hahahaha ) ia sangat senang, ia tidak menyangka bahwa dengan mudah dibohongi.
Berbeda dengan Meta. Kebutuhan ekonomi yang sederhana tak menyurutkan semangatnya untuk terus menggapai mimpinya, menjadi seorang dokter. Dia menjalani hari-harinya dengan penuh percaya diri. Pagi hari ia bersekolah dan sorenya berjualan gorengan dan waktu malam hari ia gunakan untuk belajar.
“Perasaan kemarin udah dikasih. Butuh berapa kamu?” tanya papanya
“Lima juta pa..” jawabnya dengan ringan.
“Lima juta...? untuk apa uang sebanyak itu?” kata papa Rani ( kaget )
“Iyaa paa, Rani habis ngilangin HP temen Rani. Jadi Rani harus ganti.” Jawab Rani berbohong.
“Lain kali jangan seperti itu lagi.”
Papanya kemudian berjalan menuju brangkas tempat biasa papanya mengambil uang. Diraihnyalah uang lima juta itu dan langsung diberikan Rani. Papanya tidak tahu bahwa uang itu akan digunakan untuk membeli kunci jawaban UN mendatang.
Saat dikamar ia tertawa terbahak-bahak ( hahahaha ) ia sangat senang, ia tidak menyangka bahwa dengan mudah dibohongi.
Berbeda dengan Meta. Kebutuhan ekonomi yang sederhana tak menyurutkan semangatnya untuk terus menggapai mimpinya, menjadi seorang dokter. Dia menjalani hari-harinya dengan penuh percaya diri. Pagi hari ia bersekolah dan sorenya berjualan gorengan dan waktu malam hari ia gunakan untuk belajar.
Sore itu ibu Meta sedang sakit, Meta
memutuskan untuk tidak berjualan gorengan, tapi di satu sisi ia bimbang. Jikala
Meta tidak menjual gorengan hari ini, ia tidak akan bisa membeli keperluan
Ujian Nasional yang tinggal satu minggu lagi.
“Nak.... sudah Mbok nggak papa. Wes sana ndang jual gorengan!” kata si Mbok
“Tapi bagaimana si Mbok? Si mbok lagi sakit.” Jawab Meta
Si Mbok cuma pusing. Udah sana , si Mbok nggak papa. Kalau kamu tidak menjual gorengan nanti kamu tidak bisa membeli perlengakapan ujian.” Kata si Mbok lagi
“Ya sudah.... do’akan Meta agar gorengannya laku dan cepet pulang buat nemenin si Mbok disini.” Kata Meta seraya memeluk tubuh si Mbok.
“Nak.... sudah Mbok nggak papa. Wes sana ndang jual gorengan!” kata si Mbok
“Tapi bagaimana si Mbok? Si mbok lagi sakit.” Jawab Meta
Si Mbok cuma pusing. Udah sana , si Mbok nggak papa. Kalau kamu tidak menjual gorengan nanti kamu tidak bisa membeli perlengakapan ujian.” Kata si Mbok lagi
“Ya sudah.... do’akan Meta agar gorengannya laku dan cepet pulang buat nemenin si Mbok disini.” Kata Meta seraya memeluk tubuh si Mbok.
“Tentu,
si Mbok selalu mendo’akanmu.” kata si Mbok
Meta pun bergegas keluar rumah untuk berjualan gorengan.
“Gorengan.... gorengan...” teriak Meta
Satu per satu orang mulai mengerumuni Meta untuk membeli gorengan itu.
Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Gorengan yang dibawa Meta belum sepenuhnya habis.
“ Ini Mbok uangnya.” Kata Meta sembari menyodorkan uang hasil jualan.
“ Nggak usah simpan aja, buat kamu nduk biar bisa beli keperluan ujian.” Kata si Mbok.
“Tapi Mbok...”
“Ssstt.......udah sana cepat belajar”
“Iya mbok.....”
Meta pun bergegas keluar rumah untuk berjualan gorengan.
“Gorengan.... gorengan...” teriak Meta
Satu per satu orang mulai mengerumuni Meta untuk membeli gorengan itu.
Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam. Gorengan yang dibawa Meta belum sepenuhnya habis.
“ Ini Mbok uangnya.” Kata Meta sembari menyodorkan uang hasil jualan.
“ Nggak usah simpan aja, buat kamu nduk biar bisa beli keperluan ujian.” Kata si Mbok.
“Tapi Mbok...”
“Ssstt.......udah sana cepat belajar”
“Iya mbok.....”
Meta pun kembali ke kamar untuk
melakukan rutinitas kesehariannya yakni belajar .
Inilah Meta dia tidak pernah mengeluh sama sekalih bahkan
kebanyakaan orang setelah berkerja memutuskan untuk berhenti sejenak. Tapi
tidak untuk Meta,semangat
hidupnya sangat tinggi.
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya
tiba. Ujian Nasional adalah penentuan masa depan mereka. Mereka harus bisa
memanfaatkan waktu 3 tahun dengan baik. Karena hari ini adalah hari dimana 3
tahun itu berkumpul.
Dari balik jendela terlihat Meta
yang tengah dengan serius mengerjakan soal-soal yang dibuat oleh pihak
pemerintah tersebut.
Di belakangnya nampak Rani dengan
ekspresi penuh kemenangan dengan tangan kini membawa secarik kertas berisikan
kunci jawaban yang dibelinya kemarin.
Hari ini adalah hari penentuan. Empat hari sudah siswi SMP Brawijaya menempuh Ujian Nasional. Semua siswa merasa lega, waktu 3 tahun telah mereka tuangkan di selembar kertas yang berisi bulatan-bulatan yang harus mereka isi.
Hari ini adalah hari penentuan. Empat hari sudah siswi SMP Brawijaya menempuh Ujian Nasional. Semua siswa merasa lega, waktu 3 tahun telah mereka tuangkan di selembar kertas yang berisi bulatan-bulatan yang harus mereka isi.
Satu persatu siswa berlari menuju
koridor sekolah tempat dimana kertas –kertas hasil UNAS di tempelkan tak
terkecuali Meta dan Rani. Mata merka
terus menelusuri nama mereka disana dan alangkah bahagianya, Meta ia berada di
peringkat 2 dengan total nilai 49,75 saat itu juga ia langsung sujud syukur,
tak henti-hentinya bibirnya mengucapkan kalimat tasbh. Air mata dengan
deras jatuh membasahi kedua pipinya.
Sedangkan Rani ia sampai harus
beberapa kali memeriksa apakah itu benar namanya. Disamping nama itu terdapat
tulisan kata “LULUS” ia berada di peringkat 1.
Waktu terus berjalan kehidupan Meta
telah berubah ia sekarang telah menjadi seorang Dokter sukses bahkan ia telah
mempunyai Rumah Sakit sendiri. Ia tinggal bersama ibunya di sebuah rumah mewah di
daerah tersebut.
Berbeda dengan Rani, ia menjadi
seorang pengangguran. Tak ada satupun jenis pekerjaan yang cocok dengannya.
Dari sini kita bisa melihat. “Sebuah usaha dan
tawakkal sangat dibutuhkan untuk menjalani kehidupan yang nyaman”.
By :
Istiadah Bil Khoir 9i
Istiadah Bil Khoir 9i
Tidak ada komentar:
Posting Komentar